Seputaremas.co.id | 12 Januari 2025 Jakarta – Pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, dibangun oleh masyarakat setempat sebagai upaya swadaya untuk mencegah abrasi dan melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai serta merusak infrastruktur.
Menurut Koordinator Jaringan Rakyat Pantura (JRP), Sandi Martapraja, tanggul laut ini berfungsi mengurangi dampak gelombang besar dan mencegah pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman.
Selain itu, area sekitar pagar bambu dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan, memberikan peluang ekonomi baru dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan penyegelan terhadap pagar laut ini karena diduga tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Penyegelan dilakukan sebagai respons atas aduan nelayan setempat dan untuk menegakkan aturan terkait tata ruang laut.
Menurut Pemerhati Kebijakan Publik Nanan Suhendar, “Pagar laut memang dapat memberikan kontribusi terhadap pengurangan abrasi dan perlindungan wilayah pesisir, namun dari perspektif tata ruang dan lingkungan, implementasinya memerlukan kajian yang komprehensif. Dalam tata ruang, keberadaan pagar laut harus sesuai dengan rencana zonasi wilayah pesisir untuk memastikan tidak ada pelanggaran terhadap peruntukan ruang laut. Pembangunan struktur ini juga harus mempertimbangkan interaksi dengan aktivitas lain, seperti perikanan, transportasi laut, atau konservasi.” tegasnya.
Dari segi lingkungan, pagar laut dapat memberikan manfaat dengan mengurangi energi gelombang dan menciptakan zona perlindungan yang memungkinkan sedimen mengendap. Namun, menurut Nanan “jika tidak dirancang dengan baik, struktur ini berpotensi mengubah pola arus laut dan menimbulkan erosi di tempat lain. Oleh karena itu, penilaian dampak lingkungan menjadi sangat penting untuk mengidentifikasi risiko dan memastikan keberlanjutan ekosistem pesisir.” Menurutnya, Pendekatan berbasis alam, seperti penanaman vegetasi bakau atau restorasi ekosistem, sering kali diperlukan untuk melengkapi fungsi pagar laut dan meminimalkan dampak negatifnya.
Secara keseluruhan, pembangunan pagar laut harus menjadi bagian dari strategi pengelolaan wilayah pesisir yang holistik, dengan mempertimbangkan keterpaduan antara perlindungan fisik, kelestarian ekosistem, dan kebutuhan masyarakat setempat.
Pembangunan pagar laut yang tanpa izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), meskipun dilakukan secara swadaya oleh masyarakat, itu bisa jadi tidak dianggap legal menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal ini karena semua kegiatan pemanfaatan ruang laut di Indonesia, termasuk pembangunan struktur seperti pagar laut atau tanggul laut, diatur oleh regulasi yang mewajibkan izin resmi. Berikut penjelasannya:
Landasan Hukum
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
- Pasal 36 menyebutkan bahwa setiap pemanfaatan ruang laut harus sesuai dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).
- Pembangunan pagar laut yang berada di wilayah laut harus mendapatkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari KKP.
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2021
- Mengatur izin pemanfaatan ruang laut untuk kegiatan seperti tambak, reklamasi, atau infrastruktur lain.
- Pembangunan tanpa izin KKPRL dianggap melanggar tata ruang laut.
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Omnibus Law)
- Menegaskan pentingnya izin pemanfaatan ruang laut untuk memastikan kegiatan tidak merusak lingkungan dan sesuai dengan rencana tata ruang.
Izin ini Penting karena
- Pengawasan Lingkungan, Izin memastikan bahwa pembangunan tidak merusak ekosistem laut, seperti terumbu karang, mangrove, atau habitat lainnya.
- Menghindari Konflik Pemanfaatan Ruang, Laut adalah ruang publik yang sering kali memiliki banyak kepentingan, seperti nelayan, pariwisata, dan pelayaran. Izin membantu mengatur agar tidak terjadi tumpang tindih kepentingan.
- Kepastian Hukum, Pembangunan tanpa izin dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum dan berpotensi dikenakan sanksi administratif atau pidana.
Konsekuensi Hukum
- Sanksi Administratif
- Penyegelan atau penghentian proyek.
- Perintah pembongkaran oleh pemerintah.
- Sanksi Pidana
- Jika terbukti merusak lingkungan atau melanggar peraturan tata ruang laut, pelaku dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup atau Kelautan walaupun dilakukan oleh swadaya masyarakat, karena pasti seharusnya masyarakat mengajukan terlebih dahulu perizinan kepada pemerintah, terlepas bagaimana respon mereka.
Alternatif untuk Masyarakat
- Pengajuan Izin KKPRL, Masyarakat dapat mengajukan izin resmi dengan bantuan pemerintah daerah untuk memastikan legalitas, sudah izin belum?
- Konsultasi dengan Pemerintah, Melibatkan KKP atau pemerintah daerah sejak awal untuk mendesain dan membangun pagar laut sesuai regulasi? kenapa tidak meminta izin dulu?
- Kolaborasi dengan Pihak Berwenang, Misalnya, melalui program rehabilitasi pesisir yang sering kali didukung oleh pemerintah, bila memang tidak ada respon dari pemeritah maka masyarakat baru dapat bertindak dengan meminta bantuan dari pemerhati lingkungan.
“Pembangunan pagar laut tanpa izin KKP, meskipun dilakukan secara swadaya, tidak legal. Untuk menghindari sanksi hukum, masyarakat perlu mengikuti prosedur perizinan yang berlaku, yang bertujuan memastikan keberlanjutan lingkungan dan kepastian hukum.” (red)