Seputaremas.co.id | 8 Januari 2025 Jakarta – Saya Nanan Suhendar, “Sebagai penasihat keuangan, izinkan saya menjelaskan konsep ini dengan sederhana.” Dalam sistem keuangan saat ini, ada mekanisme yang sering kali tidak kita sadari, yaitu “riba atau bunga”. Sistem ini memungkinkan sebagian kecil orang yang memiliki akses awal ke “uang baru, seperti bank atau investor besar, untuk mendapatkan keuntungan besar tanpa benar-benar bekerja keras dalam menciptakan sesuatu”. Sementara itu, masyarakat umum, terutama “para pekerja, sering kali terjebak dalam siklus inflasi dan kenaikan biaya hidup.”
Coba bayangkan seperti ini: “setiap kali uang baru diciptakan, nilainya tidak langsung dirasakan oleh semua orang. Orang kaya atau pemilik bisnis besar biasanya mendapatkannya lebih dulu, dan mereka akan menggunakan uang itu untuk berinvestasi dan menghasilkan lebih banyak keuntungan. Di sisi lain, orang yang bekerja keras sering kali hanya fokus pada bagaimana menghemat uang mereka. Namun, uang yang disimpan itu perlahan kehilangan nilainya karena harga barang dan jasa terus naik akibat naiknya uang di peredaran yang di hasilkan dari Riba atau Bunga, dimana uang tersebut saya bilang tidak datang dari apapun, ibarat jatuh dari langit begitu saja”.
Akibatnya, mereka yang bisa “menawar” lebih tinggi, seperti para investor, akan selalu mendapat bagian lebih besar dari hasil ekonomi. Sedangkan kita, yang mencoba berhemat malah sebaliknya, “menawar” untuk harga lebih rendah demi menjaga pengeluaran, sering kali tertinggal. “Itulah mengapa kesenjangan antara yang kaya dan miskin terus melebar.” terang Nanan. “Intinya uang membatasi hak akses ekonomi dan menjaga hierarki sosial seseorang”
Pesan saya sebagai penasihat keuangan adalah “kita perlu berpikir lebih strategis. Alih-alih hanya menyimpan uang, pertimbangkan untuk menginvestasikan sebagian dalam sesuatu yang bisa menghasilkan nilai lebih, seperti usaha kecil, emas, atau aset produktif lainnya. Dan yang paling penting, pahami sistem ini agar kita tidak hanya menjadi korban, tetapi bisa memanfaatkannya untuk memperbaiki kondisi keuangan kita. Ingat, kesejahteraan finansial bukan hanya tentang bekerja keras, tetapi juga bekerja cerdas, jangan apa-apa kita jual dalam uang, tukar dengan yang sama berharga, sebab bagaimanapun uang di simpan, inflasi dan devaluasi akan tetap menggerogotinya seperti kanker, sebab kita tidak akan tau seberapa banyak dari waktu ke waktu uang tersebut akan bertambah” tegasnya.
Dengan demikian, Pandangan ini menyoroti bagaimana sistem berbasis riba dapat menciptakan ketimpangan ekonomi yang signifikan, terutama di negara-negara Barat yang kurang memahami dampak Riba terhadap Keadilan dan Kesejahteraan;
- Ketidaktahuan Akan Sistem Riba
Banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa sistem ekonomi berbasis riba adalah akar dari berbagai ketidakadilan ekonomi. Sistem ini memprioritaskan penciptaan uang baru melalui mekanisme utang, di mana keuntungan utama jatuh kepada pihak yang memiliki akses pertama terhadap uang tersebut, sementara peminjam akan rugi. - Ketimpangan Akses terhadap Hasil Ekonomi
- Pekerja, Fokus mereka adalah bertahan hidup, menghemat uang, dan membatasi pengeluaran karena hasil ekonomi tidak sebanding dengan inflasi atau kenaikan harga.
- Orang Kaya, Mereka menggunakan uang bukan untuk konsumsi, tetapi untuk memperluas produksi, investasi, dan akumulasi kekayaan. Dengan akses yang lebih luas terhadap modal dan peluang, mereka mampu terus mendominasi hasil ekonomi dan terus mengakumulasi keuntungan uang yang akan terus memberikan bunga dan akses terhadap uang baru setiap saat.
- Perbedaan Pola Pikir (Mindset)
- Penjajah, Mereka yang menguasai sistem memahami bahwa uang adalah alat untuk mengontrol hasil ekonomi, sehingga mereka fokus pada bagaimana menciptakan dan mendistribusikan uang untuk terus menghasilkan keuntungan, dan mereka membutuhkan orang miskin dan bermental miskin agar terus membuat mereka tetap kaya, mereka para penjajah akan menggunakan uang orang terjajah untuk terus menjajah dengan syarakat yang mudah.
- Orang Terjajah, Mereka terjebak dalam siklus bertahan hidup, tanpa memahami bahwa setiap kenaikan harga dan biaya hidup adalah konsekuensi dari manipulasi moneter yang mereka dukung tanpa sadar yakni sistem Riba, bagi orang miskin uang adalah tujuan, mereka menabungkan uang mereka di bank berharap cukup untuk masa pensiun.
- Solusi dan Kesadaran
Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa sistem ini tidak netral. Ketidakadilan struktural yang ada memerlukan perubahan fundamental, baik melalui edukasi, penerapan sistem ekonomi berbasis keadilan, maupun penghapusan mekanisme yang mendukung eksploitasi seperti riba.
Kesadaran tentang perbedaan pola pikir ini dapat menjadi langkah awal untuk membangun sistem ekonomi yang lebih adil, di mana setiap individu haruslah memiliki akses yang setara terhadap hasil ekonomi dan kekayaan tidak terpusat hanya pada segelintir pihak.
Simulasi
1. Pendapatan Tahunan
Pekerja memiliki gaji bulanan sebesar 600 USD.
Pendapatan tahunan = 600 USD × 12 bulan = 7,200 USD per tahun.
2. Biaya Hidup
Biaya hidup adalah 70% dari pendapatan tahunan:
70% × 7,200 USD = 5,040 USD per tahun.
3. Sisa Tabungan
Sisa pendapatan setelah dikurangi biaya hidup:
7,200 USD – 5,040 USD = 2,160 USD per tahun.
Pada awalnya, pekerja berpikir bahwa tabungan ini cukup sebagai cadangan keuangan.
4. Pengeluaran Tak Terduga
Namun, karena tidak memiliki tabungan pendidikan atau asuransi kesehatan, sisa tabungan ini habis untuk biaya pendidikan anak atau pengobatan. Akibatnya, tidak ada tabungan yang tersisa.
Situasi ini memperlihatkan bahwa tanpa perencanaan keuangan jangka panjang seperti dana darurat, tabungan pendidikan, atau perlindungan kesehatan dan tidak memahami laju ekonomi, besaran devaluasi akibat penambahan uang baru di peredaran dan tingkat inflasi kebutuhan, setiap tambahan penghasilan hanya akan berputar untuk sebatas memenuhi kebutuhan mendesak saja.
5. Dalam Sistem Price Stability
Ketika bank atau pihak tertentu mencoba menstabilkan harga, mereka sebenarnya memiliki kemampuan untuk menentukan “mana yang harus dijaga dan mana yang dibiarkan meningkat.“ Sebagai contoh:
- Harga barang kebutuhan pokok mungkin stabil atau bahkan meningkat sedikit demi menarik keuntungan dari sektor masyarakat berpenghasilan tetap seperti pekerja.
- Sedangkan barang mewah yang lebih sering diakses oleh kelas menengah ke atas mungkin justru mengalami diskon atau stabilitas lebih baik untuk menjaga daya beli kelompok tersebut.
- Saat harga megalami inflasi, keuntungan di ambil dari nilai uang yang menyusut karena devaluasi
- Saat hasil ekonomi barang dan jasa turun dalam harga, keuntungan di mabil dari nilai jual hasil ekonomi.
Dalam sistem ini, pekerja dengan penghasilan terbatas cenderung menjadi korban karena mereka tidak memiliki daya tawar dalam menentukan alokasi pengeluaran, sementara pihak yang mengontrol harga dapat mengarahkan keuntungan ke sektor yang lebih menguntungkan bagi mereka.
“Orang yang fokus di sisi produksi akan dapat terus menjaga harga dalam sistem penawaran, sementara orang yang fokus di sisi konsumsi, akan fokus bekerja keras untuk mendapatkan pendapatan lebih dan berhemat untuk mengurangi pengeluaran demi kebutuhan pada barang dan jasa yang harga nya terus ditekan naik, yang mana harga tersebut terus di akumulasi oleh mereka orang yang fokus di sisi produksi.” terang Nanan.
Dengan perbedaan Pemikiran ini, sekaligus mengilustrasikan perbedaan mendasar antara orang yang fokus pada sisi “produksi” dan mereka yang fokus pada sisi “konsumsi” dalam sistem ekonomi.
Orang yang Fokus di Sisi Produksi
Mereka adalah pihak yang memiliki akses terhadap alat produksi, modal, dan kemampuan untuk menghasilkan barang atau jasa. Karena mereka mengendalikan penawaran, mereka:
- Dapat Menentukan Harga, Mereka memiliki kendali lebih besar terhadap harga barang atau jasa, bahkan mampu mempertahankan keuntungan meskipun biaya produksi naik.
- Mengakumulasi Kekayaan, Dengan setiap kenaikan harga yang dibayar oleh konsumen, mereka memperoleh keuntungan yang semakin besar.
- Fokus pada Ekspansi, Alih-alih berhemat, mereka menggunakan pendapatan untuk memperbesar skala produksi, meningkatkan efisiensi, dan menciptakan lebih banyak nilai ekonomi.
Orang yang Fokus di Sisi Konsumsi
Sebaliknya, mereka yang berada di sisi konsumsi:
- Terus Bekerja untuk Bertahan, Karena harga barang dan jasa terus naik, mereka harus bekerja lebih keras hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar, beginilah perbudakan modern bekerja.
- Berhemat untuk Mengurangi Beban, Dengan pendapatan yang terbatas, mereka cenderung menekan pengeluaran, meskipun hal ini tidak akan sepenuhnya melindungi mereka dari dampak inflasi akibat sistem riba karena yang sebetulnya menekan daya beli adalah penambahan peredaran uang bukan karena kenaikan harga.
- Tertinggal dalam Akumulasi Kekayaan, Setiap kenaikan harga mengurangi daya beli mereka, membuat sulit untuk menyisihkan uang untuk investasi atau peningkatan kualitas hidup., kenaikan harga ini tercipta dari gabungan devaluasi dan naiknya permintaan sehingga menaikan harga, atau bisa juga karena sengaja untuk menaikan keuntungan, terserah yang ngasih harga dong, toh itu tergantung mereka yang berada di sisi produksi
Akumulasi Harga oleh Sisi Produksi
Setiap kali harga barang atau jasa naik, beban langsung jatuh kepada konsumen. Namun, bagi produsen, kenaikan ini berarti margin keuntungan lebih besar atau pengalihan biaya kepada konsumen. Karena mereka memiliki kendali terhadap penawaran, mereka dapat:
- Menentukan Kondisi Pasar, Memanfaatkan kelangkaan atau kebutuhan untuk mempertahankan posisi dominan (monopoli).
- Menghindari Beban Inflasi, Sementara konsumen menghadapi kenaikan harga, produsen justru menggunakan penghasilan mereka untuk terus berproduksi atau berinvestasi dalam aset yang nilainya stabil atau justru meningkat.
Ketidakseimbangan ini akan terus menciptakan siklus yang sulit diputus. karena Riba akan terus menghasilkan bunga, dalam hal ini riba bagi peminjam adalah kerugian harus membayar lebih, sementara riba bagi yang meminjamkan akan selalu menghasilkan uang baru tambahan yang tidak perlu lewat pengadaan barang dan jasa tanpa harus bekerja apapun, Dengan demikian, Sistem akan terus lebih berpihak kepada mereka yang memiliki kendali terhadap produksi dan penawaran, mereka yang hanya berada di sisi konsumsi akan terus tertekan. Solusinya adalah mendorong masyarakat untuk lebih memahami pentingnya kemandirian ekonomi dan memanfaatkan peluang beralih ke sisi produksi, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada konsumsi sekaligus memberikan manfaat secara ekonomi, jangan memegang uang, menabung uang, dan hindari riba, karena uang dan sistem bank mendukung riba, Dengan begitu, keseimbangan ekonomi bisa lebih terwujud secara keseluruhan.
Kenapa Muslim Melarang Riba ?
Dalam Al-Qur’an, riba secara tegas dilarang karena dianggap sebagai “praktik yang merugikan secara moral, sosial, dan ekonomi. Larangan ini didasarkan pada prinsip keadilan dan keseimbangan dalam transaksi, di mana tidak ada pihak yang dieksploitasi atau dirugikan.”
Riba dalam Al-Qur’an
- Surah Al-Baqarah (2:275)
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan lantaran penyakit gila. Hal itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Dan barang siapa mengulangi (mengambil riba), maka mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” Ayat ini menegaskan bahwa memakan riba adalah tindakan yang melawan kehendak Allah, dan akibatnya sangat berat, baik di dunia maupun akhirat. - Surah Al-Baqarah (2:278-279)
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba, jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak melakukannya, maka ketahuilah akan adanya perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menzalimi dan tidak pula dizalimi.” Allah dengan keras memperingatkan bahwa riba adalah bentuk kedzaliman yang dapat mengundang kemurkaan-Nya. Pelaku riba dianggap memulai “perang” dengan Allah dan Rasul-Nya. - Surah Ar-Rum (30:39)
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar ia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” Ayat ini mengingatkan bahwa riba hanya memperkaya secara material, tetapi tidak mendapatkan berkah di sisi Allah.
Dampak Negatif Riba bagi Pelaku
- Kerugian Spiritual dan Moral
- Pelaku riba kehilangan keberkahan dalam harta. Meskipun terlihat kaya secara material, kehidupan mereka sering kali dipenuhi kekhawatiran, kecemasan, dan ketidakpuasan.
- Riba dianggap sebagai bentuk ketidakadilan yang melibatkan eksploitasi pihak yang lemah, sehingga mendatangkan dosa besar.
- Kerusakan Ekonomi
- Riba menciptakan ketimpangan sosial. Pihak yang memiliki akses ke modal terus kaya, sementara yang berutang semakin terpuruk dalam kemiskinan.
- Dalam sistem berbasis riba, krisis ekonomi sering terjadi karena utang yang terus bertambah tanpa kemampuan untuk melunasinya, itulah yang terjadi pada utang banyak negara di dunia saat ini yang terus memperbudak rakyatnya, semua karena riba.
- Ketergantungan dan Kebangkrutan
- Pelaku riba sering kali terjebak dalam lingkaran utang. Pinjaman dengan bunga tinggi membuat mereka sulit melunasi utang pokok, yang akhirnya berujung pada kebangkrutan.
- Kebiasaan hidup dengan riba juga melemahkan kemandirian finansial. sementara bagi negara melemahkan kemandirian ekonomi.
- Konflik Sosial
- Riba menciptakan ketegangan antara yang kaya dan miskin, karena yang miskin terus menjadi korban eksploitasi bunga. Hal ini berpotensi menyebabkan keretakan sosial. sementara bagi negara menyebabkan pertikaian dan perang antar bangsa dan negara.
- Ancaman Akhirat
Dalam perspektif agama, pelaku riba diancam dengan azab yang sangat berat di akhirat, seperti disebutkan dalam Surah Al-Baqarah (2:275).
“Riba bukan hanya dilarang karena alasan agama saja, tetapi juga karena dampaknya yang sangat merusak baik secara individu maupun masyarakat. Islam menganjurkan transaksi berbasis keadilan, seperti perdagangan atau bagi hasil, yang membawa keberkahan dan keseimbangan. Dengan menghindari riba, seseorang tidak hanya menjaga keberkahan harta tetapi juga dapat memastikan keadilan dan kesejahteraan sosial sesamanya. yang mana Riba sejatinya juga harus di tolak oleh mereka Non Muslim bila saja mereka paham keutamanaan nya apa yang kami jaga, juga karena demi kebaikan bersama juga” tutupnya. (red)