Seputaremas.co.id | 8 Januari 2025 Jakarta – Nanan Suhendar, Pengamat Geopolitik dan Kebijakan publik saat ini telah memaparkan atas Naiknya Penurunan kepercayaan terhadap obligasi Amerika Serikat dan pengurangan kepemilikan oleh berbagai negara yang memang memiliki alasan yang kompleks dan berakar pada aspek geopolitik, ekonomi, serta perubahan paradigma kebijakan moneter modern. Dalam konteks ini, beberapa faktor utama dapat dijelaskan sebagai berikut:
Ketidakpercayaan pada Stabilitas Kebijakan AS, Banyak pemimpin dunia merasa bahwa kebijakan pemerintah Amerika Serikat cenderung tidak stabil dan sering kali hanya menguntungkan AS sendiri tanpa mempertimbangkan dampaknya pada mitra internasional. Ketergantungan dunia internasional pada dolar AS, yang diperkuat melalui obligasi, dilihat sebagai risiko besar, terutama karena perubahan kebijakan yang mendadak dapat mengguncang pasar internasional.
Paradigma Modern Monetary Theory (MMT), Dalam konsep MMT, pemerintah yang memiliki kedaulatan moneter tidak memerlukan penerbitan obligasi untuk mendanai pengeluarannya. AS, melalui Federal Reserve, adalah satu-satunya negara yang mampu mencetak mata uang global (USD) tanpa batas untuk mendanai defisit fiskalnya. Hal ini menjadikan obligasi AS, pada dasarnya, tidak lagi relevan sebagai alat pendanaan utama, melainkan lebih sebagai instrumen untuk mengontrol likuiditas pasar atau menarik investasi luar negeri yang fungsi nya sama dengan acuan suku bunga fed.
Kritik terhadap Federal Reserve dan Manipulasi Uang, Federal Reserve, sebagai bank sentral AS, memiliki otoritas untuk mencetak uang dari “ketiadaan,” yang secara langsung memengaruhi jumlah uang beredar (money supply, M2). Ketika bank sentral mencetak uang, data pergerakan ini sulit diverifikasi apakah berasal dari peningkatan aset (seperti penjualan obligasi) atau dari pencetakan langsung. Hal ini menimbulkan skeptisisme dunia internasional, terutama di tengah tuduhan bahwa sistem ini secara tidak langsung hanya memprioritaskan keuntungan bagi AS.
Dampak pada Pasar Global dan Keputusan Diversifikasi, Dengan penurunan kepercayaan pada obligasi AS, banyak negara mulai mendiversifikasi cadangan devisa mereka ke aset lain, seperti emas, mata uang lain secara langsung, tidak termasuk aset kripto stabel koin dan bitcoin karena masih sama berbasis pada nilai dolar. Langkah ini juga bertujuan untuk mengurangi risiko yang timbul dari fluktuasi nilai dolar AS dan potensi penurunan daya beli akibat inflasi.
Implikasi dari Pengurangan M2, Dalam pengelolaan uang beredar, data M2 sering digunakan untuk melacak bagaimana uang beredar dan siapa yang mendapat manfaat langsung. Ketika bank sentral menambah atau mengurangi jumlah uang, dampaknya tidak hanya terbatas pada domestik tetapi juga ekonomi dunia. Proses ini sering dikritik sebagai bentuk “penguasaan ekonomi global” oleh AS karena negara lain menjadi tergantung pada pergerakan yang ditentukan oleh Federal Reserve.
Tindakan negara-negara untuk melepaskan obligasi AS mencerminkan pergeseran ke arah pengelolaan risiko yang lebih mandiri. Keberlanjutan sistem berbasis dolar, meskipun masih dominan, namun sudah tidak memiliki masadepan, yang kini dihadapkan pada upaya dari diversifikasi aset dan berkembangnya pandangan bahwa kemandirian ekonomi menjadi lebih penting daripada bergantung pada kebijakan keuangan AS dan moneter global.
Dampak Hilangnya Pengaruh Sentralisasi Ekonomi di Negara-Negara Barat
Krisis ekonomi yang semakin nyata dengan melemahnya kepercayaan terhadap dolar AS sebagai mata uang cadangan global telah membawa dampak yang sangat besar bagi negara-negara yang selama ini mengandalkan dolar untuk menopang ekonomi mereka. Dampak ini, yang telah meluas ke hampir semua aspek ekonomi dunia, telah menandai pergeseran mendalam dalam sistem keuangan dunia. di antaranya;
1. Kehilangan Pasokan Ekonomi di Negara-Negara Barat
Negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Eropa, yang selama ini menjadi pemegang cadangan dolar terbesar, akan menghadapi penurunan drastis dalam kekuatan ekonominya. Ketika dolar tidak lagi dipandang sebagai alat tukar utama, negara-negara ini jelas akan kehilangan daya tarik sebagai pusat investasi global. Efek domino yang mungkin terjadi termasuk:
- Melemahnya perdagangan internasional berbasis dolar, Negara-negara yang dulu mengandalkan dolar dalam transaksi internasional harus beralih ke mata uang negara-negara lain dalam LCS sistem atau sistem barter berbasis aset nyata.
- Gangguan pasokan barang dan jasa, Kehilangan kepercayaan pada dolar membuat negara-negara eksportir enggan menerima lagi pembayaran dalam mata uang ini, yang akan memaksa negara-negara Barat untuk mencari alternatif yang di anggap mahal dan tidak efisien.
2. Emas, Perak, dan Aset Nyata Menjadi Raja
Dalam kondisi di mana uang kertas kehilangan nilainya, aset nyata seperti emas, perak, tanah, dan sumber daya alam menjadi tolak ukur baru kekayaan dan stabilitas. Hal ini terjadi karena:
- Emas dan perak memiliki nilai intrinsik, Tidak seperti uang kertas, yang nilainya bergantung pada kepercayaan, logam mulia telah lama diakui sebagai penyimpan nilai yang stabil.
- Diversifikasi cadangan devisa, Negara-negara mulai beralih dari dolar dan mata uang kertas lainnya ke emas dan perak sebagai bentuk lindung nilai terhadap inflasi dan devaluasi mata uang.
3. Uang Kertas Tidak Lagi Memiliki Koneksi dengan Nilai Nyata
Salah satu dampak terbesar adalah keruntuhan konsep uang fiat yang telah mendominasi ekonomi global selama hampir satu abad. Uang kertas, yang awalnya didukung oleh cadangan emas atau aset nyata, sekarang sepenuhnya bergantung pada kepercayaan publik. Ketika kepercayaan ini hilang hal ini akan berdampak pada:
- Inflasi hiper menjadi tak terelakkan, Nilai mata uang kertas jatuh drastis, menyebabkan harga barang dan jasa melonjak.
- Pengalihan ke sistem barter atau mata uang alternatif, Untuk mempertahankan aktivitas ekonomi, banyak negara dan komunitas mungkin beralih ke sistem barter, atau bahkan kembali ke penggunaan mata uang berbasis logam mulia.
4. Ketegangan Global Akibat Redistribusi Kekayaan
Redistribusi kekayaan dunia akan menjadi salah satu dampak besar dari perubahan ini. Negara-negara yang kaya akan emas, perak, dan sumber daya alam akan berada di posisi yang lebih baik untuk bertahan dan bahkan tumbuh di tengah krisis. Sebaliknya, negara-negara yang mengandalkan uang kertas dan utang akan menghadapi:
- Krisis utang yang tak terelakkan, Ketika nilai mata uang jatuh, kemampuan negara untuk membayar utang dalam mata uang tersebut juga berkurang.
- Kerusuhan sosial dan politik, Ketidakstabilan ekonomi akan memicu protes, kerusuhan, dan bahkan potensi pergantian rezim di negara-negara yang paling terdampak.
- Semua utang dalam mata uang asing akan sulit di bayar, kecuali utang pada dolar, karena dolar akan banyk di buang dan akan lebih mudah di dapatkan seiring penurunan nilai yang terjadi akibat kehilangan fungsi.
5. Pergeseran Kekuatan Ekonomi ke Timur
Di tengah krisis ini, negara-negara Asia, khususnya China, yang telah mempersiapkan diri dengan diversifikasi cadangan devisa dan akumulasi aset nyata, akan muncul sebagai kekuatan ekonomi baru. China dan sekutunya dapat:
- Menguatkan sistem pembayaran berbasis mata uang lokal, China telah mengembangkan yuan digital dan memperkuat hubungannya dengan negara-negara BRICS untuk menciptakan alternatif terhadap sistem berbasis dolar.
- Menguasai pasar dunia melalui sumber daya nyata, Akses yang lebih besar ke emas, perak, dan komoditas lain akan memberi negara-negara ini keunggulan kompetitif dalam krisis.
- Transaksi berbasis LCS dan LCT, dimana transaksi menggunakan direct settlement akan lebih banyak dilakukan, yang artinya nilai dari mata uang suatu negara harus setara dengan nilai nyata ekonomi pada saat transaksi dilakukan, tanpa menyimpan dan memeang valuta asing seperti euro dan dolar.
- Barang dan Jasa Internasional menggunakan standar Harga masing-masing, dengan konsep transaksi berbasis LCT semua transaksi multilateral dapat dilakukan antar negara yang sudah bekerjasama untuk menggunakan mata uang lokal masing-masing, tanpa perlu memegang mata uang valas atau menukar valas, karena transaksi dapat dilakukan langsung dengan LCT berbasis teknologi
Berikut adalah tabel yang merangkum beberapa negara Barat yang saat ini sudah mengalami krisis, beserta masalah-masalah yang dihadapi dalam bidang ekonomi, sosial, dan lainnya:
Negara | Masalah Ekonomi | Masalah Sosial | Masalah Lainnya |
---|---|---|---|
Amerika Serikat | – Inflasi Tinggi: Inflasi mencapai 9%, tertinggi dalam beberapa dekade. – Kenaikan Suku Bunga: Federal Reserve menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. | – Ketimpangan Sosial: Meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin. – Krisis Kesehatan: Dampak pandemi COVID-19 yang masih dirasakan, terutama di komunitas rentan. | – Ketidakstabilan Politik: Polarisasi politik yang tajam antara partai-partai besar. – Isu Rasial: Ketegangan rasial yang berkelanjutan di berbagai wilayah. |
Inggris | – Krisis Energi: Kenaikan harga energi yang signifikan, mempengaruhi biaya hidup. – Inflasi: Lonjakan inflasi yang mempengaruhi daya beli masyarakat. | – Krisis Kesehatan: Sistem kesehatan yang terbebani pasca pandemi. – Pemogokan Pekerja: Aksi mogok di berbagai sektor akibat kondisi kerja dan upah. | – Brexit: Dampak berkelanjutan dari keluarnya Inggris dari Uni Eropa, mempengaruhi perdagangan dan hubungan internasional. |
Jerman | – Resesi: Pertumbuhan ekonomi yang melambat, dengan ancaman resesi. – Krisis Energi: Ketergantungan pada gas Rusia yang terhenti, menyebabkan krisis energi. | – Protes Publik: Demonstrasi menentang kebijakan pemerintah terkait energi dan inflasi. – Pengangguran: Peningkatan tingkat pengangguran di beberapa sektor. | – Transisi Energi: Tantangan dalam beralih ke energi terbarukan di tengah krisis energi. |
Prancis | – Inflasi: Kenaikan harga barang dan jasa yang signifikan. – Defisit Anggaran: Peningkatan defisit anggaran negara. | – Protes Sosial: Demonstrasi menentang reformasi pensiun dan kebijakan pemerintah lainnya. – Pengangguran Pemuda: Tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan pemuda. | – Isu Keamanan: Ancaman terorisme dan ketegangan sosial di daerah perkotaan. |
Italia | – Utang Publik Tinggi: Salah satu yang tertinggi di Eropa, membatasi ruang fiskal. – Pertumbuhan Ekonomi Lambat: Ekonomi yang stagnan selama beberapa tahun terakhir. | – Migrasi: Tantangan integrasi migran dan pengungsi. – Pengangguran: Tingkat pengangguran yang tinggi, terutama di kalangan muda. | – Instabilitas Politik: Pergantian pemerintahan yang sering dan ketidakpastian politik. |
Situasi di negara-negara tersebut mencerminkan tantangan kompleks yang dihadapi oleh banyak negara Barat saat ini, dengan interaksi antara masalah ekonomi, sosial, dan politik yang saling mempengaruhi.
Keruntuhan nilai uang kertas di berbagai negara merupakan momen penentu dalam sejarah ekonomi modern. Dalam situasi ini, hanya negara dan individu yang memiliki akses ke aset nyata yang akan bertahan dan bahkan berkembang. Ketergantungan pada dolar AS dan mata uang fiat lainnya sedang digantikan oleh sistem ekonomi yang lebih berbasis pada nilai intrinsik. Di tengah ketegangan ini, dunia menghadapi transisi besar menuju tatanan ekonomi baru yang lebih terdesentralisasi dan berorientasi pada aset nyata, sebagian nya bahkan sudah kembali mengijinkan bank emas atau bullion bank.
Risiko dari Jatuhnya Dolar bagi Negara-negara yang selama ini tergantung dengan cadangan devisa dolar
Risiko dari berhentinya sistem holding dan saver valuta asing dalam konsep cadangan mata uang global memang memiliki dampak besar terhadap struktur dan pengaruh ekonomi internasional. Saat ini sistem sudah mulai runtuh akibat pergantian transaksi berbasi Cadangan Valuta asing yang berubah ke sistem “LCS dan LCT” menggunakan konsep “auto convertion” langsung dengan mata uang lokal masing-masing, ekspansi ekonomi yang selama ini didorong oleh kekuatan mata uang dominan, seperti dolar Amerika Serikat, melalui institusi seperti Bank Dunia dan IMF, sudah kehilangan tumpuan utamanya. Berikut adalah implikasi dari perubahan ini:
- Hilangnya Dominasi Ekonomi Mata Uang Tertentu
Negara-negara yang selama ini mengandalkan mata uang dominan sebagai cadangan, seperti dolar, akan menghadapi tantangan besar. Pengaruh dolar dalam perdagangan internasional dan pendanaan lintas negara sudah menurun. Tanpa peran dominan ini, kemampuan Amerika Serikat untuk memperluas pengaruh ekonomi melalui pinjaman dan investasi berbasis dolar juga akan berkurang drastis, yang artinya cadangan devisa dolar anda akan tidak banyak berguna, saat semua investasi dan transaksi berbasis mata uang lokal secara langsung. - Redistribusi Kekuasaan Ekonomi Dunia
Ketergantungan pada cadangan valuta asing yang terpusat akan beralih ke sistem yang lebih desentralisasi. Dalam skenario ini, mata uang akan dinilai berdasarkan kontribusi nyata negara dalam ekonomi dunia, seperti kapasitas produksi, hasil ekspor, dan inovasi teknologi, bukan hanya berdasarkan kuantitas mata uang yang dicetak atau nilai tukarnya terhadap mata uang lainnya karena sistem cadangan devisa berakhir. - Keadilan dalam Distribusi Ekonomi
Dengan hilangnya monopoli mata uang global seperti dolar dan mata uang dominan lainnya, negara-negara berkembang yang selama ini terbebani oleh dominasi dolar melalui utang atau ketergantungan perdagangan akan mendapatkan peluang yang lebih adil untuk bersaing. Sistem ini dapat menciptakan distribusi kekuatan ekonomi yang lebih merata, mengurangi ketimpangan antarnegara. - Kemandirian Ekonomi Nasional
Negara-negara akan lebih terdorong untuk meningkatkan kemandirian ekonomi mereka, karena nilai mata uang mereka akan ditentukan oleh produktivitas dan kekuatan ekonominya sendiri. Hal ini dapat mempercepat pembangunan sektor produktif dan mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri, sementara itu optimasi MMT 100% dapat dilakukan secara mandiri, bila suatu pemerintah gagal meningkatkan kesejahteraan rakyat di negaranya maka kejatuhan pemerintaha akan terjadi dan tidak akan terelakan lagi, bahkan di negara maju sekalipun.
Meski sistem ini dapat memberikan keadilan ekonomi yang lebih besar, proses menuju implementasinya sangat memerlukan koordinasi internasional yang cukup kompleks dan memunculkan potensi ketidakstabilan jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, sistem yang berdasarkan hasil nyata ekonomi dapat menciptakan ekosistem yang lebih adil dan seimbang bagi semua negara, dimana kerjasama antar negara akan lebih bertumpu pada manfaat bersama, bukan berdasarkan untung rugi dalam materi yang justru meningkatkan tensi geopolitik seperti perang dagang dan sebagainya.
Bagi individu berikut ini adalah tabel yang menjelaskan langkah-langkah yang dapat dilakukan individu untuk menghadapi perubahan dari standar ekonomi menuju standar nilai berbasis aset nyata. Penekanan diberikan pada upaya agar kejatuhan uang kertas tidak sampai merugikan mereka yang memiliki akses nyata terhadap nilai ekonomi tersebut:
Aspek | Langkah-Langkah Individu | Penjelasan |
---|---|---|
Diversifikasi Aset | 1. Alihkan tabungan dari uang kertas ke emas, perak, atau aset nyata lain seperti tanah, properti, dan komoditas. | Aset nyata memiliki nilai intrinsik dan lebih stabil dibandingkan uang kertas yang terus terdepresiasi, simpan di bank emas untuk keamanan. |
2. Hindari investasi dalam mata uang yang terdevaluasi tinggi atau tidak stabil. | Fokus pada aset dengan nilai jangka panjang, bukan yang bergantung pada sentimen pasar seperti tukar dolar untuk emas, tukar crypto untuk tanah dan aset nyata alat produksi dll. | |
Produksi dan Kemandirian | 1. Tingkatkan keterampilan yang menghasilkan produk atau jasa nyata, seperti pertanian, manufaktur, atau teknologi. | Dengan menjadi produsen, individu dapat tetap berkontribusi dalam ekonomi nyata dan mengurangi ketergantungan pada uang. |
2. Kurangi ketergantungan pada impor barang konsumtif dan tingkatkan konsumsi lokal. | Mendukung ekonomi lokal dan mengurangi ketergantungan pada rantai pasokan global yang berisiko terganggu yang akan menikan harganya, di negara yang mandiri ekonomi barang import tidak akan laku. | |
Edukasi Finansial | 1. Pahami dasar-dasar ekonomi berbasis nilai, termasuk manfaat emas dan perak sebagai penyimpan nilai. | Pengetahuan ini membantu individu membuat keputusan investasi yang tepat. |
2. Pelajari pola gejolak ekonomi dunia untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman di pasar global. | Menghindari kerugian dari langkah yang tidak terencana dalam investasi atau pengelolaan asetnyata. | |
Komunitas dan Kolaborasi | 1. Bangun jaringan komunitas ekonomi berbasis barter atau standar nilai aset nyata. | Komunitas dapat membantu individu saling mendukung di tengah transisi. |
2. Kembangkan kerja sama lokal dalam produksi dan distribusi hasil ekonomi nyata. | Kolaborasi memperkuat ekonomi lokal dan mengurangi dampak negatif dari ketidakstabilan global. | |
Manajemen Utang | 1. Lunasi utang yang berbasis mata uang kertas, terutama dengan bunga tinggi. | Menghindari beban lebih berat ketika uang kertas terus terdepresiasi. |
2. Hindari mengambil utang baru kecuali untuk investasi dalam aset nyata atau produktif. | Utang produktif lebih aman dibandingkan utang konsumtif. | |
Pola Hidup Sederhana | 1. Kurangi konsumsi berlebihan dan fokus pada kebutuhan pokok serta investasi masa depan. | Pola hidup hemat membantu memanfaatkan sumber daya lebih bijak di masa gejolak ekonomi. |
2. Tingkatkan kemandirian dalam kebutuhan sehari-hari, seperti bercocok tanam atau memproduksi barang sederhana. | Mengurangi ketergantungan pada pasar uang dan memperkuat daya tahan individu. |
“Dalam masa transisi menuju sistem berbasis nilai, kemampuan untuk beradaptasi, belajar, dan berkolaborasi sangat penting. Individu yang mempersiapkan diri dengan langkah-langkah di atas akan memiliki posisi yang lebih baik untuk menghadapi dampak kejatuhan uang kertas tanpa kehilangan akses ke nilai ekonomi yang nyata, karena ini akan berlangsung cepat, panic buying dapat terjadi, orang-orang kaya akan melakukan pengamanan kekayaan dam berbagai aspek, sementara mereka yang miskin dan rentan beresiko terdampak paling awal dari kondisi ini, lihatlah yang sudah terjadi di negara-negara maju, utamanya negara barat saat ini, dimana kehidupan hedon dan minim kemandirian akan menjadikan situasi dan kondisi ini menjadi semakin buruk”. (red)