Seputaremas.co.id | 12 Januari 2025 Jakarta – Sanksi yang diberlakukan terhadap Rusia, termasuk penyitaan aset negara itu di Barat, telah menciptakan dinamika baru dalam ekonomi global. Keputusan Rusia untuk tidak lagi menerima euro dan dolar sebagai mata uang transaksi tidak hanya menjadi respons terhadap tekanan politik, tetapi juga menjadi pemicu perubahan signifikan dalam struktur keuangan internasional.
Ketika Rusia memutuskan untuk keluar dari penggunaan dolar dan euro, hal ini secara langsung melemahkan posisi kedua mata uang tersebut sebagai standar dominan dalam perdagangan internasional. Dampak langsungnya adalah penurunan permintaan global terhadap dolar, terutama karena Rusia adalah salah satu eksportir utama sumber daya alam seperti minyak, gas, dan mineral yang sebelumnya diperdagangkan dalam mata uang tersebut. Dengan mengalihkan transaksi ke mata uang lokal atau mekanisme lain, Rusia mendorong mitra dagangnya untuk mengikuti langkah serupa, sehingga mengurangi ketergantungan pada mata uang Barat.
Keputusan ini juga memicu perubahan strategi di banyak negara, khususnya yang memiliki hubungan erat dengan Rusia atau yang merasa terancam oleh dominasi dolar. Penurunan kepemilikan surat utang pemerintah AS dan diversifikasi cadangan devisa menjadi tren yang semakin nyata. Negara-negara mulai memperluas penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan bilateral dan memanfaatkan sistem alternatif seperti Local Currency Settlement (LCS) atau transaksi langsung menggunakan mata uang non-dolar.
Efek lebih luas dari langkah ini adalah terciptanya tekanan terhadap sistem keuangan global yang selama ini didominasi oleh dolar. Ketika negara besar seperti Rusia berhenti menggunakan dolar, itu bukan hanya persoalan teknis ekonomi, melainkan sinyal bagi negara lain untuk mengevaluasi kembali ketergantungan mereka pada mata uang dominan. Hal ini mengurangi aliran dolar dalam perdagangan global, yang pada gilirannya menekan stabilitas dolar sebagai cadangan devisa utama.
Langkah Rusia, yang dipicu oleh sanksi Barat, menjadi katalis bagi lahirnya sistem multipolar dalam perdagangan internasional. Transformasi ini tidak hanya berdampak pada Rusia dan mitra dagangnya, tetapi juga pada dinamika geopolitik yang lebih luas, di mana negara-negara mulai mencari kemandirian ekonomi melalui diversifikasi sistem keuangan mereka.
Sejak dimulainya konflik dengan Ukraina, negara-negara Barat telah membekukan aset milik Rusia, termasuk cadangan devisa Bank Sentral Rusia, dengan total sekitar USD 300 miliar. Dari jumlah tersebut, lebih dari USD 200 miliar berada di Uni Eropa, sementara sisanya tersebar di Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya.
Selain itu, aset milik individu dan entitas Rusia, seperti perusahaan dan bank, juga telah dibekukan atau disita sebagai bagian dari sanksi yang diberlakukan. Misalnya, Pengadilan Rusia memenangkan gugatan bank milik negara, VTB Bank, atas aset di raksasa perbankan JPMorgan senilai USD 439,5 juta. Penyitaan aset-aset ini telah menimbulkan ketegangan antara Rusia dan negara-negara Barat, dengan Rusia mengancam akan melakukan tindakan balasan terhadap aset-aset Barat di yurisdiksinya.
Meskipun demikian, hingga saat ini, sebagian besar aset yang dibekukan belum disita secara permanen, dan diskusi mengenai penggunaannya, misalnya untuk mendukung Ukraina, masih berlangsung di kalangan negara-negara Barat.
Menurut Pemerhati kebijakan Geopolitik Nanan Suhendar, “Keputusan Amerika Serikat untuk memberlakukan sanksi terhadap Rusia, termasuk membekukan aset-aset bernilai miliaran dolar, membawa konsekuensi yang jauh lebih kompleks daripada yang mungkin diantisipasi. Meskipun langkah ini dimaksudkan untuk melemahkan posisi ekonomi Rusia, dampaknya justru membuka celah besar dalam sistem ekonomi global yang didominasi dolar.”
“Ketika Rusia memutuskan untuk tidak lagi menggunakan dolar atau euro dalam transaksi internasionalnya, itu bukan hanya perlawanan terhadap sanksi, tetapi juga sebuah langkah strategis yang mendestabilisasi status dolar sebagai mata uang cadangan utama dunia. Rusia, dengan cadangan sumber daya alam yang sangat besar, memainkan peran penting dalam pasar energi global. Dengan tidak lagi menerima dolar, Rusia memaksa negara-negara pembeli, termasuk negara-negara di Eropa dan Asia, untuk beradaptasi dengan metode pembayaran baru, seperti mata uang lokal atau mekanisme barter. Ini jelas mengurangi permintaan global terhadap dolar, yang selama ini menjadi pilar utama kekuatan ekonomi Amerika Serikat.”
“Keistimewaan dolar terletak pada statusnya sebagai mata uang cadangan dunia, yang memungkinkan Amerika mencetak uang dalam jumlah besar tanpa langsung mengalami inflasi yang signifikan. Namun, dengan pengurangan permintaan dolar dalam transaksi perdagangan internasional, terutama dalam sektor strategis seperti energi, daya beli dolar terancam melemah. Negara-negara lain yang memegang dolar dalam cadangan devisa mereka juga ikut mulai mempertimbangkan diversifikasi ke mata uang lain atau komoditas seperti emas, yang lebih stabil dan bebas dari risiko geopolitik.”
“Bagi Amerika Serikat, kehilangan akses terhadap pasokan ekonomi dari Rusia memiliki konsekuensi ganda. Di satu sisi, itu menciptakan kekurangan sumber daya strategis yang penting, seperti energi dan komoditas lain yang dihasilkan Rusia. Di sisi lain, itu mempercepat fragmentasi sistem perdagangan internasional yang didasarkan pada dolar. Akibatnya, Negara-negara mulai mencari alternatif untuk menghindari risiko yang terkait dengan dominasi dolar, seperti volatilitas nilai tukar dan ancaman sanksi.”
Dampak yang paling signifikan adalah “berkurangnya pengaruh Amerika dalam sistem keuangan global. Ketika semakin banyak negara beralih ke penggunaan mata uang lokal untuk transaksi perdagangan, kebergantungan pada sistem dolar yang selama ini menopang ekonomi Amerika berkurang drastis. Akibatnya, setiap langkah mencetak uang yang dilakukan oleh Federal Reserve memiliki risiko inflasi yang lebih besar karena dolar kehilangan utilitasnya di pasar internasional, dampaknya bis akita lihat saat ini, krisis mulai bermunculan di negara-negara barat saat ini”.
Kerugian dari sistem “Price Stability, Floating Rate Based Interest, dan Holder & Saver”
Sistem | Kerugian |
---|---|
Price Stability | – Rentan terhadap deflasi atau inflasi yang tidak terkendali jika tidak diimbangi dengan kebijakan moneter yang tepat, utamanya jika kebijakan moneter global lebih mendikte ekonomi di banyak negara daripada kebijakan moneter di suatu negara. |
– Dapat menyebabkan ketegangan antara kebijakan pemerintah dan kepentingan pasar, mengingat ketidakmampuan untuk menyesuaikan harga secara cepat dengan perubahan ekonomi. | |
– Terlalu fokus pada stabilitas harga dapat mengabaikan pertumbuhan ekonomi, sehingga berpotensi menghambat investasi atau inovasi serta berdampak pada menaikan kesenjangan sosial, karena itu artinya orang kaya akan memiliki akses lebih banyak karena memaksa harga terus terjangkau bagi mereka yang semakin kaya, stabilitas harga bkan solusi untuk pemerataan ekonomi apalagi menghilangkan kemiskinan. | |
Floating Rate Based Interest | – Menghasilkan ketidakpastian di pasar finansial karena fluktuasi suku bunga yang tajam dapat mengganggu stabilitas ekonomi, hal ini akan mejadikan pemilik modal semakin berkuasa dan mereka yang miskin akan semakin tertindas oleh sistem utang riba yang akhirya semua pihak akan di seret ke neraka dunia |
– Tingkat bunga yang tinggi atau rendah dapat meningkatkan volatilitas nilai tukar dan memengaruhi daya beli masyarakat, permainan suku bunga ini tidak akan ada ujungnya dan akan terus menciptakan ketidak adilan ekonomi | |
– Kerugian bagi debitur atau kreditur karena fluktuasi suku bunga yang mengakibatkan pembayaran utang yang lebih tinggi atau rendah, tergantung pada kondisi pasar dan kebutuhan pencetakan uang. sistem riba yang bisa menaikan atau menurunkan suku bunga di tengah proses angsuran sama dengan membuat kontrak dengan iblis yang tidak bisa di tolak sebelum utang di lunasi, begitulah riba, walau utang yang wajib di bayar hanyalah pokok dalam agama islam | |
Holder & Saver | – Ketergantungan pada simpanan yang tidak fleksibel dapat mengurangi daya beli dan mempengaruhi konsumsi dalam jangka pendek, ketika akanda memegang uang bayak devaluasi juga akan banyak, dan terpaksa anda harus iktuk terjevak riba saat anda memegang uang kertas bila tidak ingin nilainya ter devaluasi, maka itu uang kertas adalah Haram karena sistemnya juga haram. |
– Memiliki potensi penurunan nilai simpanan akibat inflasi, meskipun tidak terpengaruh oleh perubahan pasar langsung, dan yang lebih fatal adalah devaluasi permanen akibat penambahan uang di peredaran yang akan di tambahkan pada inflasi atau di kurangi pada keutungan hasil ekonomi lewat deflasi. | |
– Membatasi kemampuan untuk berinovasi atau berinvestasi dalam ekonomi karena lebih fokus pada akumulasi daripada pertumbuhan melalui pengeluaran atau investasi, secara tidak langsung negara yang focus pada cadangan devisa bagai monyet memegang kelapa, mereka lebih senang memainkannya daripada menafaatkannya, dimana itu juga adalah strategi barat agar akses ekonomi tetap tersedia bagi mereka sementara negara lain cukup memegang uang nya saja, kan tolol kalau begitu? |
“Tabel ini memberikan gambaran tentang potensi kerugian dari masing-masing sistem yang di buat terkait stabilitas harga, suku bunga yang mengambang, serta strategi penyimpanan untuk individu atau entitas dalam ekonomi yang lebih luas, dimana semua itu akan terus berdampak merugikan.”
“Dengan Beralih ke System Stability Settlement, Pencetakan Uang dolar untuk Perang, Untuk Pembuatan Senjata dan Pembiayaan ekspansi Moneter akan terbatasi, karena akan berdampak langsung pada inflasi bagi para pemegang dolar secara langsung dan akan berdampak kekacauan dan krisis global” tegas Nanan.
“Langkah Amerika yang terlihat seperti strategi jangka pendek untuk melemahkan Rusia, pada kenyataannya, justru menciptakan tantangan besar bagi keunggulan ekonomi jangka panjangnya. Dengan mengurangi relevansi dolar di kancah global, Amerika Serikat tidak hanya kehilangan pengaruh ekonomi, tetapi juga membuka pintu bagi sistem multipolar di mana mata uang lokal dapat bersaing sebagai alat transaksi global secara langsung. Ini adalah perubahan paradigma yang dapat menggeser tatanan ekonomi dunia dan melemahkan dominasi ekonomi Amerika Serikat yang telah berlangsung selama beberapa dekade., walaupun Amerika Serikat dapat mencetak uang dengan hak istimewa mereka, dengan turunnya pengaruh terhadap akses ekonomi, artinya kewenangan tersebut menjadi sirna, karena saat itu dilakukan, krisis akan lebih cepat terjadi pada mereka Negara-Negara yang masih memegang dolar saat ini sebagai cadangan devisa, padahal sistem sudah tidak menerapkan konsep Holder & Saver dan beralih ke LCS, LCT dan DIrect Settlement” Tutup Nanan.(red)