Pemahaman Standar Harga, Standar nilai, Perbedaan dan Keuntungan nya!

by -175 Views

Seputaremas.co.id | 4 Oktober 2024 Jakarta – Seorang Petani jagung, Telah menanam jagung selama 2 tahun dengan 4 kali masa tanam, luas lahan yang dia gunakan adalah 1 petak sawah dengan luas 1/4 Hektar, Berikut adalah perhitungan analisa usaha yang sudah diperhitungkan olehnya di masa tanam berikutnya.

Komponen Biaya per Musim Tanam (untuk 1/4 hektar):

  1. Bibit: 1/4 dari kebutuhan 1 hektar
    • 25 kg x Rp50.000 = Rp1.250.000 per hektar
    • Untuk 1/4 hektar: 1/4 x Rp1.250.000 = Rp312.500
  2. Pupuk: 1/4 dari kebutuhan 1 hektar
    • 200 kg per hektar x Rp300.000/50 kg = Rp1.200.000 per hektar
    • Untuk 1/4 hektar: 1/4 x Rp1.200.000 = Rp300.000
  3. Perawatan: 1/4 dari kebutuhan 1 hektar
    • Rp500.000 per hektar
    • Untuk 1/4 hektar: 1/4 x Rp500.000 = Rp125.000

Total Biaya per Musim Tanam untuk 1/4 hektar:

  • Bibit: Rp312.500
  • Pupuk: Rp300.000
  • Perawatan: Rp125.000

Total biaya per musim tanam: Rp737.500

Total Biaya Selama 2 Tahun (4 Kali Tanam):

  • 4 x Rp737.500 = Rp2.950.000

Jadi, total kebutuhan modal untuk bibit, pupuk, dan perawatan selama 2 tahun dengan luas lahan 1/4 hektar adalah Rp2.950.000.

Ternyata kondisi saat akan menanam berbeda dengan yang sudah di rencanakan, diketahui kemudian bahwa bibit mengalami beberapa kali perubahan harga, dimana di tahun pertama harga bibit 60.000/25kg, kemudian di masa tanam kedua 40.000/25 kg, Begitupun di tahun kedua, dimana di masa tanam pertama harga bibit melonjak jadi 75.000/25kg barulah di masa tanam kedua di tahun kedua haragnya 35.000/kg, sementara pupuk juga sama mengalami beberapa perubahan harga dimana di tahun pertama 450.000/50kg lalu 500.000/50kg kemudian di tahun kedua 550.000/50kg dan 600.000/50kg sementara biaya perawatan per musim tanam adalah 550.000 tahun pertama dan 600.000 tahun kedua.

Sehingga biaya selama 2 tahun dengan perubahan harga bibit, pupuk, dan perawatan tersebut. total biaya per musim tanam untuk total 2 tahun juga mengalami perubahan.

Perincian Harga:

  1. Harga bibit:
    • Tahun pertama: Rp60.000 dan Rp40.000 per 25kg.
    • Tahun kedua: Rp75.000 dan Rp35.000 per 25kg.
  2. Harga pupuk:
    • Tahun pertama: Rp450.000 dan Rp500.000 per 50 kg.
    • Tahun kedua: Rp550.000 dan Rp600.000 per 50 kg.
  3. Biaya perawatan:
    • Tahun pertama: Rp550.000 per musim tanam.
    • Tahun kedua: Rp600.000 per musim tanam.

Kebutuhan Biaya Berdasarkan 1/4 Hektar:

Musim Tanam 1 (Tahun Pertama, Bibit Rp60.000, Pupuk Rp450.000, Perawatan Rp550.000):

  • Bibit: 1/4 dari 25 kg = 6.25 kg x Rp60.000 = Rp375.000
  • Pupuk: 1/4 dari 200 kg = 50 kg / 50 = 1 kuintal x Rp450.000 = Rp450.000
  • Perawatan: Rp550.000

Total Biaya Musim Tanam 1: Rp1.375.000

Musim Tanam 2 (Tahun Pertama, Bibit Rp40.000, Pupuk Rp500.000, Perawatan Rp550.000):

  • Bibit: 6.25 kg x Rp40.000 = Rp250.000
  • Pupuk: 1 kuintal x Rp500.000 = Rp500.000
  • Perawatan: Rp550.000

Total Biaya Musim Tanam 2: Rp1.300.000

Musim Tanam 3 (Tahun Kedua, Bibit Rp75.000, Pupuk Rp550.000, Perawatan Rp600.000):

  • Bibit: 6.25 kg x Rp75.000 = Rp468.750
  • Pupuk: 1 kuintal x Rp550.000 = Rp550.000
  • Perawatan: Rp600.000

Total Biaya Musim Tanam 3: Rp1.618.750

Musim Tanam 4 (Tahun Kedua, Bibit Rp35.000, Pupuk Rp600.000, Perawatan Rp600.000):

  • Bibit: 6.25 kg x Rp35.000 = Rp218.750
  • Pupuk: 1 kuintal x Rp600.000 = Rp600.000
  • Perawatan: Rp600.000

Total Biaya Musim Tanam 4: Rp1.418.750

Total Biaya Selama 2 Tahun (4 Musim Tanam):

  • Musim Tanam 1: Rp1.375.000
  • Musim Tanam 2: Rp1.300.000
  • Musim Tanam 3: Rp1.618.750
  • Musim Tanam 4: Rp1.418.750

Total Keseluruhan: Rp5.712.500

Jadi, total biaya yang diperlukan untuk bibit, pupuk, dan perawatan selama 2 tahun dengan perubahan harga yang telah disesuaikan adalah Rp5.712.500.

Sementara itu, Perkiraan hasil panen jagung per masa tanam dengan luas 1/4 hektar (2.500 meter persegi) dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti kondisi tanah, penggunaan pupuk, iklim, dan metode perawatan. Namun, kita bisa memberikan perkiraan berdasarkan produktivitas rata-rata tanaman jagung di Indonesia.

Secara umum, hasil panen jagung di Indonesia berkisar antara 5 hingga 8 ton per hektar per musim tanam, tergantung pada kondisi yang disebutkan di atas. Untuk lahan seluas 1/4 hektar, maka potensi keuntungan nya adalah sebagai berikut.

Perkiraan Hasil Panen per 1/4 Hektar:

  1. Produktivitas rendah (5 ton/hektar):
    • 1/4 hektar = 1/4 x 5.000 kg = 1.250 kg per musim tanam
  2. Produktivitas sedang (6 ton/hektar):
    • 1/4 hektar = 1/4 x 6.000 kg = 1.500 kg per musim tanam
  3. Produktivitas tinggi (8 ton/hektar):
    • 1/4 hektar = 1/4 x 8.000 kg = 2.000 kg per musim tanam

Dengan menggunakan Perkiraan hasil panen jagung per musim tanam untuk lahan seluas 1/4 hektar berkisar antara 1.250 kg hingga 2.000 kg, tergantung pada kondisi dan praktik pertanian yang dilakukan.

Untuk itu, Mari kita hitung keuntungan petani berdasarkan Produktivitas sedang saja, untuk mengantisipasi gagal panen, karena bila nanti hasil yang di dapat adalah optimis di produktivitas tinggi, tentunya keuntungan akan jauh lebih tinggi.

  • Produktivitas sedang: 1.500 kg per musim tanam.
  • Harga jual: Rp5.000 per kg.
  • Biaya operasional selama 2 tahun (4 kali masa panen): Rp5.712.500.

Pendapatan Petani:

Dengan produktivitas 1.500 kg per musim tanam, dan asumsi harga jual tetap Rp5.000 per kg, maka pendapatan per musim tanam adalah:

  • Pendapatan per musim tanam: 1.500 kg x Rp5.000 = Rp7.500.000

Selama 2 tahun dengan 4 kali masa panen, pendapatannya menjadi:

  • Pendapatan selama 4 kali masa panen: 4 x Rp7.500.000 = Rp30.000.000

Keuntungan Petani:

Setelah dikurangi dengan biaya operasional selama 2 tahun (Rp5.712.500), keuntungan bersih petani adalah:

  • Keuntungan bersih: Rp30.000.000 – Rp5.712.500 = Rp24.287.500

Jadi, keuntungan bersih petani selama 2 tahun dan 4 kali masa panen, setelah dikurangi biaya operasional, adalah Rp24.287.500. dengan asumsi, Petani menjual harga jagung dengan acuan harga Fix di 5.000/kg dalam 2 tahun kedepan selama 4 kali musim panen.

Ternyata, Setelah masa panen, Perhitungan Petani Jagung meleset, karena harga jagung mengalami fluktuatif, dimana di tahun pertama musim tanam pertama harga jagung 4000/kg, kemudian musim tanam kedua berikutnya ternyata 4500/kg, kemudian di tahun kedua juga sama, harga jagung mengalami fluktuatif dimana di musim pertama harga 5500/kg dan musim kedua turun jauh ke 3000/kg.

Akhirnya keuntungan dalam dua tahun dan 4 kali masa panen setelah di hitung kembali keuntungan petani dengan harga jual yang bervariasi selama 2 tahun dan 4 kali masa panen adalah.

Produktivitas:

  • Hasil per musim tanam: 1.500 kg per musim tanam (sesuai dengan analisa sebelumnya di produktivitas sedang).

Harga Jual per Musim Tanam:

  1. Musim Tanam 1 (Tahun Pertama): Rp4.000 per kg
  2. Musim Tanam 2 (Tahun Pertama): Rp4.500 per kg
  3. Musim Tanam 3 (Tahun Kedua): Rp5.500 per kg
  4. Musim Tanam 4 (Tahun Kedua): Rp3.000 per kg

Pendapatan Petani:

  1. Pendapatan Musim Tanam 1: 1.500 kg x Rp4.000 = Rp6.000.000
  2. Pendapatan Musim Tanam 2: 1.500 kg x Rp4.500 = Rp6.750.000
  3. Pendapatan Musim Tanam 3: 1.500 kg x Rp5.500 = Rp8.250.000
  4. Pendapatan Musim Tanam 4: 1.500 kg x Rp3.000 = Rp4.500.000

Total Pendapatan dalam 2 Tahun:

  • Total pendapatan = Rp6.000.000 + Rp6.750.000 + Rp8.250.000 + Rp4.500.000 = Rp25.500.000

Biaya Operasional:

Dari perhitungan sebelumnya, total biaya operasional selama 2 tahun adalah Rp5.712.500.

Keuntungan Bersih:

Keuntungan bersih petani setelah dikurangi biaya operasional adalah:

  • Keuntungan bersih = Rp25.500.000 – Rp5.712.500 = Rp19.787.500

Dengan harga jual yang bervariasi karena terpengaruh fluktuasi harga, keuntungan bersih petani selama 2 tahun dan 4 kali masa panen realitanya adalah Rp19.787.500 dari analisa awal yang di hitung sebesar Rp24.287.500, dengan selisih keuntungan antara analisa dan realisasi perolehan adalah Rp 4.500.000

Pada Kenyataannya, ternyata analisa usaha nya masih meleset, dimana itu belum mempertimbangkan adanya gagal panen di beberapa musim tanam. Ternyata dalam realitanya ada anomali, dimana di tahun pertama tanam, mengalami gagal panen karena cuaca buruk di masa tanam pertama, sehingga hasil panen hanya mendapat 50% saja, masa tanam kedua di tahun pertama normal, sementara di tahun kedua masa tanam pertama normal, namun masa tanam kedua juga mengalami gagal panen dengan presentasi pendapatan hanya 70%, sehingga Berdasarkan informasi, Petani perlu memperhitungkan penurunan hasil panen di dua musim tersebut.

  1. Musim Tanam 1 (Tahun Pertama): Gagal panen 50% karena cuaca buruk.
  2. Musim Tanam 2 (Tahun Kedua): Gagal panen 30% karena faktor campuran antara cuaca dan kejenuhan tanah sehingga menurunkan hasil pertanian.

Musim Tanam 1 (Tahun Pertama, Gagal Panen 50%):

  • Hasil Panen: 1.500 kg x 50% = 750 kg
  • Harga Jual: Rp4.000 per kg
  • Pendapatan Musim Tanam 1: 750 kg x Rp4.000 = Rp3.000.000

Musim Tanam 2 (Tahun Pertama, Normal):

  • Hasil Panen: 1.500 kg
  • Harga Jual: Rp4.500 per kg
  • Pendapatan Musim Tanam 2: 1.500 kg x Rp4.500 = Rp6.750.000

Musim Tanam 3 (Tahun Kedua, Normal):

  • Hasil Panen: 1.500 kg
  • Harga Jual: Rp5.500 per kg
  • Pendapatan Musim Tanam 3: 1.500 kg x Rp5.500 = Rp8.250.000

Musim Tanam 4 (Tahun Kedua, Gagal Panen 70%):

  • Hasil Panen: 1.500 kg x 70% = 1.050 kg
  • Harga Jual: Rp3.000 per kg
  • Pendapatan Musim Tanam 4: 1.050 kg x Rp3.000 = Rp3.150.000

Total Pendapatan dalam 2 Tahun:

  • Pendapatan Musim Tanam 1: Rp3.000.000
  • Pendapatan Musim Tanam 2: Rp6.750.000
  • Pendapatan Musim Tanam 3: Rp8.250.000
  • Pendapatan Musim Tanam 4: Rp3.150.000

Total pendapatan = Rp21.150.000

Biaya Operasional:

Biaya operasional selama 2 tahun tetap Rp5.712.500 (dari perhitungan sebelumnya).

Keuntungan Bersih:

Keuntungan bersih petani setelah dikurangi biaya operasional adalah:

  • Keuntungan bersih = Rp21.150.000 – Rp5.712.500 = Rp15.437.500

Dengan adanya gagal panen di dua musim pada tahun pertama dan kedua, keuntungan bersih petani selama 2 tahun dan 4 kali masa panen adalah Rp15.437.500 kembali turun setelah sebelumnya di asumsikan akan untung sekitar Rp19.787.500 atau menyusut kembali sekitar Rp 4.350.000

Setelah di perhitungkan melalui banyak nya proses, Petani jagung akhirnya memahami, bahwa sangat sulit mempertahankan keuntungan yang stabil bila dalam hal ini, harga hasil pertanian tidak menentu, di tambah biaya produksi yang tidak stabil, belum lagi memperhitungkan faktor anomali seperti cuaca, tingkat kesuburan tanah dan produktifitas pengelolaan, dimana itu dapat menentukan hasil, Hasil panen melimpah belum tentu harga baik, sementara saat harga baik, hasil panen biasanya justru gagal atau berkurang, kalaupun menerapkan harga jual fix, selama biaya produksi tidak dapat di analisa maka baik penjual maupun pembeli kemungkinan tidak akan mendapatkan kesepakatan yang baik dari kontrak transaksi tersebut. walau dalam hal ini menerapkan harga jual fix akan jauh menguntungkan bagi kedua belah pihak, bila saja biaya produksi mereka juga tidak fluktuatif nilai nya dalam harga.

Bagaimana Bila Transaksi Menerapkan standar Nilai?

Karena petani jagung ingin Alat pembayaran yang lebih stabil, dia kemudian hanya bersedia menukar hasil pertanian jagungnya hanya dengan dirham senilai 1/6 dirham per kg dengan nilai (Fix), lalu berapa dirham jumlah yang harus di bayarkan untuk total jagung yang di jual, dalam 2 tahun masa tanam dan 2 kali musim panen per tahun, ukuran 1/6 dirham adalah 0,0262 gram emas, lalu jadi berapa gram emas yang harus di bayar peternak untuk total pembelian jagung petani jagung?

Mari kita hitung berapa dirham yang akan diterima petani untuk hasil penjualan jagung selama 2 tahun (4 musim tanam), kemudian kita konversi menjadi gram emas berdasarkan 1/6 dirham per kilogram jagung.

Informasi yang digunakan:

  • Harga jual: 1/6 dirham per kg (setara dengan 0,0262 gram emas).
  • Produktivitas:
    • Musim Tanam 1 (Tahun Pertama): Gagal panen 50%, hasil panen 750 kg.
    • Musim Tanam 2 (Tahun Pertama): Normal, hasil panen 1.500 kg.
    • Musim Tanam 3 (Tahun Kedua): Normal, hasil panen 1.500 kg.
    • Musim Tanam 4 (Tahun Kedua): Gagal panen 70%, hasil panen 1.050 kg.

Total hasil panen jagung selama 2 tahun:

  • Total panen = 750 kg + 1.500 kg + 1.500 kg + 1.050 kg = 4.800 kg

1. Hitung total dirham:

  • Harga jual: 1/6 dirham per kg.
  • Total dirham: 4.800 kg x 1/6 dirham per kg = 800 dirham.

2. Konversi dirham ke gram emas:

  • 1 dirham setara dengan 0,1574 gram emas
  • Total gram emas yang harus dibayar: 800 dirham x 0,1574 gram = 125,92 gram emas

Peternak harus membayar petani sebanyak 800 dirham, atau setara dengan 125,92 gram emas, untuk total pembelian jagung selama 2 tahun dan 4 kali masa panen, sebanyak 4800Kg

  • Harga jual: 1/6 dirham per kg, setara dengan 0,0262 gram emas per kg.
  • Total hasil panen jagung selama 2 tahun: 4.800 kg (hasil dari 4 musim tanam).

1. Hitung total dirham:

  • Harga jual = 1/6 dirham per kg.
  • Total dirham = 4.800 kg x 1/6 dirham per kg = 800 dirham.

2. Konversi dirham ke gram emas:

  • 1/6 dirham = 0,0262 gram emas.
  • Total gram emas yang harus dibayar: 800 dirham x 0,1574 gram = 125,92 gram emas.

Peternak harus membayar petani 800 dirham, yang setara dengan 125,92 gram emas, untuk total pembelian jagung selama 2 tahun dan 4 kali masa panen, bila di sandingkan dengan nilai Dinar, maka total emas 125,92 Gram sama dengan ( 29 Dinar + 0,6296 gram).

Pada 3 januari 2020 harga emas antam per gram adalah Rp 696.980 kemudian akhir tahun 28 desember 2020 harga antam per gram adalah Rp 860.989, harga spot.

Untuk menghitung asumsi pendapatan dari penjualan dirham berdasarkan harga emas pada tanggal 3 Januari 2020 dan 28 Desember 2020, dimana nilai total 800 dirham adalah 125,92 gram emas dengan acuan harga emas per gram pada kedua tanggal tersebut

1. Asumsi Pendapatan Dirham

Sesuai dengan perhitungan sebelumnya, jumlah dirham yang harus dibayar adalah 800 dirham.

2. Harga Emas

  • Harga Emas pada 3 Januari 2020: Rp696.980 per gram
  • Harga Emas pada 28 Desember 2020: Rp860.989 per gram

3. Total Nilai Emas

a. Pada 3 Januari 2020:

  • Total Nilai Emas:
    • Total gram emas: 125,92 gram
    • Harga per gram: Rp696.980

Total Nilai Emas=125,92 gram×696.980= Rp 87.763.721 harga emas awal tahun

b. Pada 28 Desember 2020:

  • Total Nilai Emas:
    • Total gram emas: 125,92 gram
    • Harga per gram: Rp860.989

Total Nilai Emas=20,96 gram×860.989=Rp 108.415.734 harga emas akhir tahun

  • Jumlah dirham: 800 dirham
  • Jumlah gram emas: 125,92 gram
  • Diketahui bila awal tahun sudah memiliki jagung hasil panen, maka total penjualan pada 3 Januari 2020: Rp 87.763.721
  • Pendapatan jika dijual pada 28 Desember 2020: Rp 108.415.734

Setelah memahami masa perhitungan yang panjang, anda akhirnya dapat memahami perbedaan standar nilai dan standar harga, dimana Standar Nilai adalah beracuan pada Nilai Kuantitas, Berat dan Kandungan, dalam hal ini contoh alat pembayaran yang di gunakan adalah Dirham atau Dinar yang terbuat dari Emas. maka Nilai yang di dapatkan adalah 800 Dirham atau setara ( 29 Dinar + 0,6296 gram). Sekarang anda berpikir bahwa tidak penting lagi Seberapa Harga Emas atau Perak saat itu di jual, yang mana menyodorkan angka-angka yang tidak jelas nilai dan fungsi nya bahkan kuantitasnya, karena acuan nya adalah Pertukaran dalam Standar nilai, bukan berapa harganya, sehingga keuntungan yang di peroleh adalah Fix di 800 Dirham, bila setiap 2thn Petani jagung memperoleh setidaknya 4800Kg, dengan masa tanam 2 kali pertahun dan selama dua tahun di luas ladang atau sawah sebesar 1/4 Hektar.

Artinya dalam 4 Tahun, Petani jagung dapat memperoleh setidaknya 1600 Dirham, bila dalam hal ini Hasil pertanian mendapat hasil panen minimal di 4800kg per 2 tahun dengan luas lahan yang sama, nilai ini tidak akan berubah baik yang akan di dapat maupun yang sudah di dapat, karena tidak akan mengalami devaluasi nilai pada alat pembayaran, selama dalam hal ini hasil panen tetap atau bahkan naik, dan selama permintaan pada jagung tetap stabil, maka pendapatan akan terus meningkat tanpa harus hawatir mengalami penyusutan nilai alat pembayaran, sekarang bayangkan setelah 10 tahun bila ini terus dilakukan, jangan bayangkan berapa harga jual emas setelah 10 tahun.

Point-Point Perubahan Nilai dalam standar Nilai

  1. Jumlah Hasil Panen (menentukan seberapa nilai yang akan di peroleh dalam dirham dari penukaran hasil pertanian petani jagung seperti simulasi di atas, bersifat sementara, nilai akan normal bila pasokan normal) Nilai Berdasarkan Pada Supply/Pasokan
  2. Jumlah Permintaan Pasar (menentukan seberapa banyak permintaan pada jagung yang akan menentukan nilai tukarnya terhadap dirham, bersifat sementara, nilai akan normal bila permintaan normal) Nilai Berdasarkan pada Demand/Permintaan
  3. Faktor Black Swan/ Anomali (mempengaruhi nilai yang bersifat random, bisa karena faktor pertama, faktor kedua, faktor ketiga dan Faktor anomali itu sendiri yang mana tidak dapat di prediksi, Faktor ke empat ini, contoh bila dalam sektor pertanian adalah, dimana faktor kondisi cuaca, ketersediaan pasokan hasil panen, fluktuasi kebutuhan bahan produksi, ketersediaan SDA ketersediaan lahan dan SDM tenaga kerja, jumlah permintaan pasar, kelancaran distribusi, keadaan konflik dan perang, bencana alam, bahkan pandemic) Nilai Tetative dan Kondisional, bergantung pada berbagai hal yang mempengaruhinya.

Point-Point Perubahan Harga dalam standar Harga

  1. Jumlah Hasil Panen (menentukan seberapa harga yang akan di peroleh dalam uang dari penjualan hasil pertanian petani jagung seperti simulasi di atas, bersifat sementara, nilai akan normal bila pasokan normal) Harga Berdasarkan Pada Supply/Pasokan
  2. Jumlah Permintaan Pasar (menentukan seberapa banyak permintaan pada jagung yang akan menentukan harga terhadap jumlah uang yang harus di bayarkan, bersifat sementara, harga akan normal bila permintaan kembali normal) Harga Berdasarkan pada Demand/Permintaan
  3. Faktor Black Swan/ Anomali (mempengaruhi harga yang bersifat random, bisa karena faktor pertama, faktor kedua, faktor ketiga dan Faktor anomali itu sendiri yang mana tidak dapat di prediksi, Faktor ke empat ini, contoh bila dalam sektor pertanian adalah, dimana faktor kondisi cuaca, ketersediaan pasokan hasil panen, fluktuasi kebutuhan bahan produksi, ketersediaan SDA ketersediaan lahan dan SDM ketersediaan tenaga kerja, jumlah permintaan pasar, kelancaran distribusi, keadaan konflik dan perang, bencana alam, bahkan pandemic) harga menajdi Tetative dan Kondisional, bergantung pada berbagai hal yang mempengaruhinya.
  4. Ketersediaan Uang di Peredaran (dapat menentukan seberapa banyak pasokan yang dapat di beli, semakin banyak uang yang beredar, maka semakin tinggi spekulasi pada harga yang dapat mengakumulasi permintaan sehingga kenaikan drastis pada harga dapat terjadi “PUMP”, bersifat statis dan konsisten, harga akan turun bila dalam hal ini terjadi penurunan pada permintaan atau adanya kenaikan pada pasokan yang melebihi jumlah permintaan). katakanlah batas beli golongan kelas menengah adalah sampai harga 10.000/kg, dimana harga masih mungkin akan naik, bila kelas atas melakukan pembelian, dimana katakanlah kelas atas batas maksimal kemampuan beli sampai harga 15.000, dan setelah kelas atas habis kemampuan beli nya, maka pasokan akan lebih banyak mengalir kepada mereka yang memiliki daya beli lebih tinggi, (hal itulah yang menyebabkan ketimpangan ekonomi bagi kelas bawah dan menengah yang biasa terdampak krisis). akhirnya Pasokan hanya akan mengikuti kemana penawaran tertinggi. Harga Berdasarkan ‘Penawaran’ tertinggi akan merubah struktur Demand/Permintaan. artinya selama penawaran tetap tinggi, maka harga tidak akan pernah turun kembali, dan itu tidak akan mampuh di jangkau oleh masyarakat menengah apalagi masyarakat kecil. Demand/Permintaan bersifat sementara, tapi Penawaran, bersifat selamanya, selama dalam hal ini barang atau jasa tersebut kebutuhannya tinggi. (permintaan mengacu pada pembeli, sementara penawaran mengacu pada penjual, jadi bila harga pada barang dan jasa sudah tidak turun lagi, pasokan nya sudah di monopoli, sehingga pasokan tidak akan perah melebihi angka penawaran selama barang dan jasa tersebut tidak bertambah drastis secara pasokan.) Harga dapat jatuh, bila Pelaku Monopolis melakukan “DUMP” yang akhirnya berdampak pada tingkat penawaran. Spekulasi ini di istilahkan dengan Demand Kosong “permintaan tidak ada karena harga di bawah penawaran” menaikan harga walau sudah tidak ada permintaan, dengan asumsi ini pasar akan berpikir bahwa harga masih akan naik, sehingga mereka lanjut membeli atau Supply Kosong “pasokan tidak ada karena tidak ada yang mengeluarkan pasokan” menurunkan harga walau tidak ada pasokan, dengan asumsi ini pasar akan berpikir bahwa harga sudah mulai akan turun, sehingga mereka mulai ikut menjual karena takut rugi dalam harga, padahal sejatinya bila memahami nilai, maka berapapun harganya barang atau jasa, tidak akan tertipu dengan nilai yang sebenarnya bila paham bahwa manfaat dan fungsinya diperlukan sehingga permintaan nya akan terus naik, kedua bentuk manipulasi tersebut akhirnya berdampak dimana harga tidak mencerminkan supply dan demand secara Real, melainkan sudah ke tingkat spekulasi dan kepentingan yang melatar belakanginya.

Faktor ke 4 ini, adalah faktor dengan Manipulasi tertinggi di antara ketiga faktor lainnya dalam menentukan baik jumlah pasokan/supply maupun permiantaan/demand yang mana bersifat Konsisten dan Selamanya, seperti Inflasi yang saat ini terus naik dan naik akibat manipulasi pada tingkat penawaran. harga baru akan turun bila “Penawaran” runtuh, penawaran yang di akumulasi juga dalam istilah lain bisa di sebut bubble atau efek gelembung, selain itu penawaran sudah berada di kondisi market tunggal/monopolis, dimana pelaku pasar mau tidak mau harus mengikuti dasar penawaran tersebut, kecuali dalam hal ini Penawaran pecah atau terjadi lonjakan pasokan yang dapat melebihi tingkat penawaran.“pasar kembali ke supply dan demand real” .(red)

Tentang Penulis Redaksi

Gravatar Image
Team Redaksi